Dear 20 Year Old Me
@al
November 20, 2017
1 Comments
Selepas
denting jam pukul 00 dalam permulaan tanggal 11 September 2017, aku masih
menunggu kiranya ada doa dan pesan yang dilayangkan untukku. Masih berkutat
dengan spaneng bermain hp, akhirnya aku mulai saja tanpa berfikir kepada
salah satu temanku (sebenarnya bukan salah satu, tapi satu-satunya haha) yang
saat itu masih mengobrolkan hal yang tidak penting melalui chat.
“oh,
hb yaa”, jawabnya singkat tanpa doa dan nihil emoticon haha. Lucu memang.
Somehow what we expect could be the
reason why broken part of ours are happened since been waiting for something
which turn out to be futile.
***
Tak
kuhiraukan lagi gadget dan isinya semenjak dini hari saat aku sudah
menggantungkan semuanya dalam alam bawah sadarku. Rutinitas pagi mulai
menggerogoti malas gerak-ku. Enyahlah! Masa bodo hari ini akan terjadi
seperti apa meskipun di tanggal lahirku sekalipun!
Sampai
akhirnya aku menyerah. Menyerah pada keadaan hampa semenjak memulai tanggal ini
di pagi tadi.
I
feel like when I need someone, nobody cares.
“Ayah,
aku sekarang sudah 20 tahun loh”, kataku berharap ayah akan mengerti kehampaan
ku ini.. Dan benar saja. Cuma ayah lelaki yang saat ini mengerti. Seorang
ayah mengurus kita semenjak kecil mengajari kita dari yang lemah tak berdaya
menjadi seorang wanita hebat seperti di umurku yang menginjak 20 tahun meskipun
“The ‘I feel like a child” datang juga hehe. Ayah adalah sosok yang sempurna ❤.
I know that boy told you if you lost
your weight, had a long hair, or wore a
different clothes, he’d more attracted to you. But my father didn’t. He always
loves me no matter what.
***
Hai
Ajeng!
Tidak
terasa dua puluh taun sudah kita menapaki dunia ini bersama-sama. Tidak ada
gelak tawa tak terkontrol dan tangis lagi ya? Aku sudah lelah. Kamu juga kan?
Ayolah.
Dua puluh tahun sudah kita melewati masa kelam dan cerah selama itu. Gonjang-ganjing
kehidupan pun sudah kita arungi bersama selama itu. Fluktuasi emosi, hati dan
fikiran berjalan beriringan maupun saling tabrak menabrak pun sudah biasa kita
lewati. Apalagi yang perlu kau pastikan?
Layaknya
sebuah pensil yang apabila diraut maka akan semakin tajam, begitu pula jiwa
yang setiap hari dibebani dengan bongkahan-bongkahan masalah sehingga
mewujudkan mawas diri dan badan rohani yang terus menerus akan kekal. Namun,
sama seperti denga pensil yang apabila terus diraut, maka ia akan tiba-tiba
patah tak diduga-duga. Persis sama dengan kita yang tentunya ketika sampai pada
puncaknya dimana jiwa ini tak kuasa lagi menahan arus beban yang tak kunjung
berhenti, selanjutnya akan patah begitu saja. Kamu sudah melalui itu kan?
Apakah aku menghilang begitu saja?
Aku
bangga padamu jeng J…
Sama
seperti bangga dan bahagia-nya diri teman-temanmu yang mengucapkan jejeran
kata-kata bahkan voice note dengan suara mereka yang entah kenapa terasa
merdu pada hari ini.. Hampir sama dengan pula dengan bahagianya ayah melihat
putri kecilnya sudah tumbuh dewasa dan cantik menawan, juga anggun. Adakah lagi
yang kurang?
Sesungguhnya
sudah bahagialah kamu jeng. Kamu masih punya orang tua yang lengkap. Adik-adik
yang senantiasa menemani hari-harimu. Juga kawan dan sahabat yang tak bias
lekang oleh waktu. Ada saja yang datang (meskipun tidak sedikit yang pergi).
Ah
sudah lah. Tak perlu berlembar-lembar lagi aku menulis untukmu jeng. Aku kira
kamu paham maksudku. Aku bangga padamu jeng! Hanya itu. Kata singkat, bermakna
padat!
Let me let you in on a secret. There are some people who are just
not going to like you. As you get older, you start caring less and less about
them and start concentrating on the ones who do.
-J-
***